tergantung sudut pandangnya ya, mungkin kalau dari sudut pandang mereka yang biasa makan di kota, mungkin angka Rp 1.000 sangat dianggap kecil, tapi bagi saya yang orang desa, Rp 10.000 itu bisa bermakna.

Rp 1.000 bisa makan nasi dengan telur empat loh, kan gitu loh. Ini bisa jadi Rp 1.000 itu bisa menjadi nilai yang cukup baik manakala dikelola secara baik, dikelola secara baik karena barangkali orang.

enggak tahu berapa belanja dapur rakyat Indonesia. Kebutuhan dapur mayoritas warga itu tidak jauh dari angka Rp 30.000. Rp 1.000 masih bisa makan enak karena apa yang penting.

berasnya ada dan lauk pauknya. Dengan angka Rp 1.000 itu masih bisa makan dengan enak sebenarnya. Kalau di desa tergantung wilayah ya, karena setiap wilayah kan harga berbeda. Di Jawa Barat, kalau untuk Rp 1.000 masih masuk, masih bisa digunakan, dan apalagi dilakukan secara gotong royong.

Misalnya begini, saya ini kan makan bergizi bagi anak sekolah. Itu bukan barang baru. Saya dulu jadi Bupati, itu meminta anak-anak sekolah untuk membawa makanan ke sekolah. Waktu itu dihilangkan budaya jajan dan diganti dengan makanan yang dimasakkan oleh.

Ibunya di sekolah dalam seminggu sekali. Waktu itu kita mensubsidi telur dan susu seminggu dua kali, setiap hari Selasa dan hari Jumat. Artinya, bahwa program makan bergizi ini akan menjadi program yang

sangat paripurna manakala didukung oleh semua lapisan. Pertama, didukung oleh orang tua; yang kedua, didukung oleh masyarakat, tokoh masyarakat, dan kalangan dunia usaha yang konsen bagi kepentingan

masa depan anak-anak Indonesia. Dan yang paling utama adalah stimulus dari makan bergizi ini: anak-anak harus dihilangkan kebiasaan jajan makanan yang tidak bermutu. Ini penting karena ancaman bagi anak-anak Indonesia hari

ini adalah mereka mengkonsumsi makanan-makanan yang tidak bermutu, yang berimplikasi pada dua hal: menurunnya daya dukung gizi dan protein serta menurunnya daya dukung kesehatan

mereka. Karena banyak makanan yang beracun yang dimakan oleh anak-anak kita. [Musik] Biarlah menuntun langkahmu, Bu Man. Mah cocokna jadi budak SD. Ah, hantar I pelajaran naon

Ena matematika. Hah, matematika ka mana gurunya? Hah, ayeuna masih pelajaran. Masih muridnya, seberapa? 22. Seberapa? 22. Saeutik alus, 22. 22 orang sudah belajar

Matematika, sudah tadi gurunya istirahat dulu. Iya, istirahat dulu gurunya. Oh, istirahat dulu pelajaran matematikanya. Apa itu faktor bilangan? Faktor apa?

Bilangan, bilangan, faktor bilangan mana? Bajob ke depan tadi, faktor bilangan kumaha? Faktor bilangan teh. Carilah dari bilangan berikut, gimana maksudnya? Kumaha?

Kumaha 24? Eh, anu hasilnya 24. Perkalian berapa? Oh, 24 itu berapa dikali berapa? Sok, 24 ama berapa dikali berapa? Eh, pakai ini. Sok, 24 itu sama dengan berapa kali berapa? Carilah faktor bilangan, sok!

Ini kan 24. Nih, nih 24 itu sama dengan sok. Bisa? Nah, oke, sama dengan. Bukan, hapus dulu kalinya. Hapus. Oke, dibalik, 24 sama dengan berapa kali berapa? Oh, benar, pintar. Man nyokot Bari.

Wa! Heeh, satu, 24 sama. Sok, salah ilmunya. Berapa kali berapa? 2? Heeh, berapa 2 kali? Oh, benar. Mana? Gampang wae, 2 * 12 = nah, sama dengan 3 * 3 kali berapa? 3 kalikan 18.

3 * [Tepuk tangan] 3 * 7 * 3, dia mah 21. 3 * 3 * pook kudu ingat. Oh, 3 kali seberapa? Ah, benar, sama dengan. Dei, nah, sama dengan berapa? Nah, sama dengan.

berapa sama dengan 4 kali berapa, 4 kali berapa, 4 kali, sarapan, 4 kali, ah, 4 kali, weh, benar, sudah, oke, benar ya. Oke, ini pak gurunya lagi. Oh, lagi rapot pak.

gurunya, kalian ke sekolah suka bawa bekal enggak? Suka bekalnya apa? Uhh, uang, uang, duit. Nah, ini, sok maneh, mana anak Bi? Kamu bekal uang berapa ke sekolah?

dalam setiap hari, bekal uang jajan berapa per hari? Rp 1.000. Oke, kamu bekal jajannya Rp 1.000. Kamu dapat apa dengan belanja uang Rp 1.000? Jajan apa uang Rp 1.000? Hah?

oke, berapa Rp 1.000? Terus risol berapa? Rp 1.000, Rp 1.000. Terus, oke, kamu jelasin di sini, depan, jelasin di kelas. Topi buka, oke, seolah-olah, bor-oro pasan. Waduh, han lampunya kurang.

caang itu lampunya. Par lampunya, euwe, Boga, teabientos, pakentos, gentos, beli bohl. Tapi bohlam ada, Pak, benar ya? Ngabohong, Boga, teu ada. Insyaallah, Pak, ada. Lamun ada, ganti siap.

Ayun, poek, sab, terus itu, asungaj, coba lihat ke atas. Heeh, nah, saya nanya, kotor enggak? Kotor, kotor. Terus, kalau kotor, harusnya digimanain? Bersihin, ngebersihin kelas seharusnya.

Kapanersih, tiap hari ada piket kelas, enggak? Tiap hari, enggak. Kenapa atapnya enggak dibersihkan? Nah, jadi besok kelasnya harus bersih, ya? Iya, jadi.

Ke kelas, ee, kalau bisa sih di depan. Bikin rak, ngerti enggak? Ini rak, ya. Jadi, ke kelas itu sepatunya tidak dipakai, kaos kakinya dibuka, sepatunya disimpan di rak.

Lag bisa pakai sandal jepit, oke? Enggak usah pakai sepatu halus. Kenapa? Karena kalau sepatu disimpan di luar, jauh lebih bersih, biar sepatunya tidak membawa bakteri dan virus dari luar.

Sepatu yang dibuka harus bersih, enggak boleh masuk kandang ayam. Masuk kandang ayam, sepatunya harus bersih, enggak boleh kotor. Kandang ayam modern, sepatunya harus bersih, oke? Jelas?

Judulnya, alaku sudah Rp10.000. Nah, lain gitu. Sok, kamu tulis. Oke, kamu pengetahuan kamu. Di mana? Tulis kalimat Rp10.000. Bagaimana nulisnya?

Rp10.000. Rp10.000. Ah, kita belum Rp10.000. Bagaimana cara menulisnya? Rp10.000. Nah, ini benar nulisnya, tapi tidak tepat. Oke, tidak tepat. Rp10.000. Gimana cara nulisnya? Rp1.000.

Oke, siapa yang bisa menulis Rp10.000? Ayo, siapa yang bisa cara menulis Rp10.000? Enggak ada yang bisa. Oke, tulis Rp10.000 tuh cara menulisnya, Bu Maneh.

Kumaha menulis Rp10.000? Man, kelas 5, Rp10.000. Heeh, Pak, cara menulis Rp10.000. Ternyata bukan hanya anak kelas 5 SD ya, kamu juga bisa. Ya, cara menulis Rp10.000.

Gimana cara menulis Rp10.000? Dibagikan, cara menulis Rp10.000. Iya kan, Rp1.000, cara menulisnya bagaimana? Cara menulis Rp10.000 gini, Pak. Biasanya, ya bolehlah, soksok terus-teruslah kalau...

Di kuitansi, cara menulis Rp10.000 gitu. P, biasanya mah aduh, naonah Rp1.000. Ampun, parah nih kamu. Angulis Rp1.000 bikin malu saja. Setf gubernur, oke, titik pakai garis dong.

Koma, bukan kamu tuh. Wah, nah kamu kan Rp10.000, sama dengan tulis Rp10.000. Sama, oke, Rp1.000 sama satu. Beli satu dulu. Heeh, beli satu. Enggus, s saaraha s tulis.

Angkana Rp, Rp, sna 1, S Rp ini kelemahan Rp berapa? Rp1.000, oke, oke, Rp1.000. Eng eh, a teu leutik teuing, dua, dua, dua, dua, di die, dua, dua di sini dua.

Dua-dua, oke beli risol. Risol, ya Allah, ini nulis milih karu Rieu, siga aing wae. Risol seberapa? Risol berapa? Hah, 2.000, 2.000, 10.000 itu satu.

1.000, apa lagi? [Musik] Berapa, berapa? Oke, 2.000. Terus, jadi sudah. Terus, berapa lagi? Oke, berapa? Apa lagi? [Musik] Ter... 2.000 itu es, Pak. Es, deh, si Eta ngadahar es dua.

Kali. Oke, es. [Musik] Naon, 1.000? Naon, deh? Segitu nyisa, enggak duit r... 2.000. Kamu enggak? Terus, naon? Deah, naon? Apa lagi? Cikii? Hah, cikidi. Waduh, Oke, cikii, 2.000.

Oke, terus, 2.000. Nyisa keneh, teu duitna. Mi, naon deui? Sia, kadei, sia masang slot. Man, si aing mah, NU maneh capek gawe sebar. Naon, deh? Sosis, sosis.

Top up, top up FF. Mana top up FF? Nyaho, nyaho. Sok, kamu jelasin. Top up FF teh apa? Top up? Heeh, naon top up? Kumaha? Kumap? Saha nu nyo top up FFP, man? Sok, top up FF. Oh, benar-benar, oh.

Sia, sumpah, ke aing, sumpah. Oh, tara. Oh, KAD, urang ge, teu nyaho. Manon, sih? Teh, Free Fire, apa? Game, game, main game. Maneh, main game, kan tulis yang main game, tulis yang ngaku searang. Main game.

Oh, main game sok. Oh, sok main game. Searaha main game? Searaha apaan top up-na? Mayar mayar seberapa? Rp. 000 murah. Rp. 000 murah perah bayar.

Rp. 000 main game. Top up, top up Rp. 000. Pernah top up? Maneh jujur, top up saha? Top up saha? Saha top up? Ah, aya kan, S sok top.

Up man sok top up. Pernah tuu jujur, jujur. Teu pernah? Oh, pernah teu. Pernah top up? Teu loba di loba, dia loba jujur. We jujur, pernah teu? Henteu.

Bener, sumpah si ka urang. Henteu awas si bohong. Tapi nyaho top up urang ge. Teu nyaho top up teh naon? Geus jumlahkeun, saar dei tulaskeun jumlahkeun.

Sat, S 1000 risol. Rp. 2.000 jadi sabaraha? Rp. 000. Ciki Rp. 2.000, Rp. 5.000. Miuli es deui Rp. 000 deui, Rp. 000. Mi Cik di Rp. 2.000, Rp. 8.000.

Rp. 2.000. Dei naon? Henteu, teu main gim, teu mayar. Sok naon genap Rp. 2.000. De naon beli? Naon teh seberapa? Rp. 000 teh jadi pas.

Rp 1.000 itu kamu beli bermanfaat. Ya, kamu beli es 1.000, risol 2.000, Ciki 2.000, S 1.000, Ciki 2.000, teh 2.000. Duduk ya, duduk. Oke, sekarang

Bagaimana kalau uang Rp 1.000 itu menjadi bermanfaat? Kira-kira beli es, bermanfaat nggak bagi tubuh? Bermanfaat nggak? Kurang bermanfaat? Ada manfaatnya sedikit ya.

Siapa yang bisa menjelaskan uang Rp 1.000 bermanfaat bagi tubuh beli apa? Jelas, telur dulu. Oke, telur 1 kilo berapa harganya? Telur, Bu Guru, Bu Guru, sini mana?

Bu Gurunya, Bu Guru, Bu Guru, telur 1 kilo berapa, Bu? Hah? Bu Kepsek, telur 1 kilo berapa? Rp 28.000. Isinya berapa? 16? 16, Rp 28.000 dibagi 16.

Sama ibu aja hitungnya. Rp 28.000 dibagi 16. Oh iya, oke. Rp 28.000 dibagi 16, jadi berapa? Eh, Rp 1.000 lebih, Rp 7.000 satu telur. Kan kalau

dapat EMP, berarti kalau dengan biaya merebus Rp 1.000, nasi Rp 1.000, cukup nggak? Harga Rp 1.000 di kampung, nasi Rp 1.000, jadi Rp 1.000 itu kalau di kampung.

Dimasak sendiri, bisa punya telur empat atau digoreng, nasi timbal satu, cukup kan? Cukup. [Musik] Yes, ya. Jadi, Rp 1.000, ya? Rp 1.000 tadi pakai, naon, pakai udah duduk.

Lagi, sekarang kalian, saya kasih Rp 1.000 per orang. Ibuku di rumah untuk bekal makan di kelas setiap jam 10, bersama-sama. Sekarang Rp 50.000 per hari, Rp 1.000. Jadi, berapa?

Hari-hari, kasihin sama orang tua kamu, ya? Ya, yang Rp 1.000 itu untuk bekal makan kamu besok. Yang Rp 1.000 itu, besok orang tua kamu bisa beli apa saja. Oke, tadi saya ngomong kalau beli telur bisa setiap

kali makan, telurnya empat. Bergizi enggak? Bergizi. Enggak? Heeh, oke, ngerti kan? Sekarang harga ikan nila berapa? Ikan mas, harga ikan mas, taruhlah hari ini

30 ribu, 30 ribu, 1 kilonya. Ngambil yang 7, 30/7, berapa? Oke, sekarang gini aja, yang ekor aja, empat. Empat, nah, empat, dua, berarti kalau makan nasi

dengan goreng ikan Rp 10.000, cukup enggak? Cukup. Segera gini kan, ikannya kan? Iya. Oke, saya ngecek ya. Besok Rp 1.000 dibagi 5, jadi seberapa?

Rp 50.000 per hari, Rp 10.000 masak di rumah, bawa bekal. Besok enggak jajan. Oke siap. Nah, ap ucap? Nah, ap ucap? KAD. Awas ya, biken saya nanti orang tuanya besok datang ke sini mendampingi.

Dan menjelaskan. Siap, siap. Nah, siap. Nah, oke. Jelaskan. Sok, awas ya, mun balik langsung dipakai top up. Nah, siap. Nah, ya, siap. Masing-masing hobinya, ya hobinya, makannya apa? Kamu hobinya?

Makannya apa? Udah nasi uduk, nasi uduk. Tehi sabaraha? Rp 10.000 nasi uduk. Rp 10.000. Jadi kamu bagi-bagi beli nasi uduk harganya Rp 10.000, bisinya dengan sangna.

Naon? Telur. Telur anu ditegteekan, gitu kan? Berarti lamun nasi uduk Rp 10.000, bisa telur satu, kan? Bisa dua. Kalau Rp 10.000 m, oh jadi 10, 10.000. Itu anak sekolah SD di

Lembur Pakuan, ya kan? Desa Sukasari bisa Rp 10.000. Lelornya dua. Kalau dipasakin menyenul. Ang, nah sok dah, ya keagan. Ohus dua kali untung. Lurah UNT budak sekolah. Oke, siap, siap.

Gak besok ke sekolah bawa bekal. Belum kagan rantang di rumah. Punya-punya ya rantang. Bu kantnya cukup. Mana yang lebih sehat? Makan di sekolah atau dibawa dari rumah? Nasinya dapat orang tua. Mana yang lebih?

sehat dari rumah di rumah-rumah. Siap enggak? Siap siap enggak? Berapa jumlah murid di sini? 153? 100? 153 siswa. 153 siswa sudah dikurangi. Ini kelas 4, berarti yang

semua 18? 18 ya. Sudah, saya kasih nih, dibagikan ke setiap siswa. Siap siap. Nah, besok siswa di sini mulai membawa bekal ke sekolah, jadi tidak ada budaya jajan. Dan kemudian saya

kasih jatah. Saya nanti per minggu saya kasih, saya sampai saya lihat perkembangannya. Ibu, siapkan timbangan di sekolah. Siap, ada timbangan pertumbuhannya. Bagaimana saya monitor

nanti selama 2 bulan. Siap ya? Oke. Oke, berarti pertanyaannya adalah kalau hari ini kalian dikasih bekal makan nasi di sekolah, makan di sekolah, berarti yang 10.000 per hari jajan itu siapa yang

15.000? Jajannya angkat tangan. Yang 10.000 angkat tangan. Berarti uang yang 15.000. Kalau sekarang dikasih 10.000 uang makan gratis dan bergizi, berarti

yang 10.000. Ada ongkos kira-kira itu agar uang 10.000 jadi investasi masa depan. [Musik] Apa rumah dulu? Uangnya seminggu sekali ada petugas bank yang ke sekolah. Kamu nabungnya disimpan

Di Oke, siap, siap, siap, siap, oke, siap. Ya, siap. Bagaimana besok, bawa bekal ke sekolah? Sekolah yang berikutnya, jarak dari lembur ke sini dekat, enggak? Dekat.

Jalan kaki bisa, enggak? Bisa jalan kaki, enggak? Bisa, enggak? Jalan kaki bisa? Oke, semua siswa jalan kaki aman. Enggak, dari kampung ke sini aman, tidak?

Ada kecelakaan, kan? Semua siswa SD Suk Bakti masih? Hah? B. Mah, Suk Bakti. Sekolah di situ. Oh, lepas sekolah. Aing, Ya Allah, sekolah Aing dibubarkan jadi Suk, oh.

Jadi nama desa, nama desa Sukar satu. Gimana kalau saya usulkan jadi SD Lembur Pakuan? Bagus! Oh, tepuk tangan dong! Keren, heh, karena nanti rencana Ni Hiang sekolah.

Di sini, oke. Oke, siap, siap. Oke, mana guru matematikanya? Ini yang saya maksud. Jadi gini, matematika di sekolah itu bukan hanya sekadar orang belajar kali-kalian, tetapi matematika harus mampu merubah.

Sikap siswa. Jadi, kalau anak yang matematikanya hebat itu, Ibu, nanti bisa cek berapa hari dia jajan, berapa, kemudian dalam setiap bulan, dia dalam setiap semester, di sini triwulan apa?

Setiap semester, berapa dia punya tabungan dari menyisihkan uang jajannya? Iya, yang paling besar menyisihkan uang jajannya adalah mengurangi biaya jajannya dan menabung, itulah.

Matematika yang terbaik, karena dia sudah menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Tapi walaupun angka pelajaran matematika hebat, perilaku hidupnya boros dan tidak punya

tabungan, menghabiskan uang untuk jajan. Itu matematikanya minus karena dia tidak bisa mengamalkan matematika dalam kehidupan. Begitu juga dengan PNS, rata-rata, Alhamdulillah, anak-anak di kelas

4, kan difasilitasi, punya lokar. Setiap hari kita sudah mengurangi sampah. Pak, sampah ini ngomong duit dulu, bukan anak-anak ini seap, tapi ini ramud. Bu, Pak, ini berapa? Dua minggu kita tidak

bersih-bersih karena ulangan. Ya udah, pokoknya kalau anak-anak tiap hari emang bawa bekal. Pak, Alhamdulillah, sudah makan di kelas. Iya, bareng-bareng kita. Coba mana, lihat kalau

hari ini. Oh enggak. Kalau kebetulan memang bawa bekal, enggak. Tidak, Bu. Ibu jangan menjelaskan, bawa bekal hari makanan. Enggak, anak-anak kan karena hari ini Minggu sekarang.

Berarti tidak, tidak tiap hari. Iya, seminggu sebelumnya memang bawa Pak. Saya mah, nanti kalau jadi gubernur, tidak akan gubernur akan datang. Nanti paparan, moal aing mah langsung we datang.

Langsung, iya langsung. Biar tahu ya, masalah tepuk tangan. Ya semangat, ya semangat. Oke, oke siap. Jadi, makan Rp 10.000 itu bisa makan telur empat. Oke, makan Rp 10.000 bisa makan dengan.

Goreng ikan mas. Ya, itu caranya seperti tadi. Siap. Man, masna sahah semangat. Ini bu guru kan anak masak. Ini yang masaknya ada di rumah. Baik ini yang masaknya Mama kamu, kenapa?

Kurus badannya. Kayak aku. Kamu berapa kilo badannya? Berapa? 32 kilo. Masih bagus kamu dibanding saya. Saya, Bapak Kang Dedi, dulu kelas 5 SD berat badannya 27 kilo. Kecil ya? Ya, oke, oke semangat.

Semangat. Dah yang lain, semua siswa ibu silakan dibagi. Siap, siap. Hatur Nuhun, itu kunci. Oh iya, kunci motor. Iya Bu, iya Bu. Mohon maaf, Bu. Ya, mana Budak Saha? Ayo, as ke kelas.

Dibagi duit yang isukan. O Bro, as gakakak. Nanti kita beresin sekolahnya. Gak usah Ibu ceritain, saya harus tahu apa yang harus dilakukan. Beres, jangan sampai berantakan begini.

Siapa ini nanti dibongkar ya Bu, diganti pakai yang semuanya, biar bisa menyerap. Kan, Ar main olahraga gini mah pakai paping juga, anak-anak nggak ada masalah.

Ya, Ibu, ngantosan siapa di sekolah? Kenapa harus ditunggu? Kan jam sudah pulang. Udah pulang as ngajemput isuk. Nanti motornya kalau di sini di...

Tempat parkir semuanya ya, jangan berantakan ya, karena ini sekolah. Sekolah itu harus menjadi pusat bagi manusia. Oke Ibu, mantap. [Musik]

BISAKAH MAKAN SEPULUH RIBU DAPAT TELOR EMPAT? INI FAKTA LAPANGANNYA

KANG DEDI MULYADI CHANNEL

Discussion about the value of Rp 1,000 and its potential impact, especially in rural areas where it can contribute to meals.

Rp 1,000 is considered a small amount in cities but valuable in villages.

Rp 1,000 can buy a meal of rice and four eggs in a village.

Average Indonesian household kitchen expenses are around Rp 30,000.

Rp 1,000 can still provide a decent meal in the village, especially with community support.

Promoting nutritious meals for school children and discouraging unhealthy snacks.

Promoting bringing home-cooked meals to school and reducing reliance on unhealthy snacks.

The nutritious meal program requires support from parents, community, businesses, etc.

Unhealthy snacks pose a threat to children's health and nutrition.

Many children consume unhealthy and even toxic foods.

A classroom scene where a teacher interacts with students about math, specifically factors of a number, and their daily spending habits.

A teacher engages students in a math lesson about finding factors of 24.

The teacher guides students to find different multiplication combinations that equal 24.

The teacher discusses students' daily allowance and how they spend their Rp 1,000.

Students explain what they can buy with Rp 1,000, such as snacks and drinks.

Discussion about making Rp 1,000 more beneficial by focusing on nutritious options like eggs and fish instead of less healthy snacks.

The teacher challenges students to think about how to spend Rp 1,000 on healthier options.

They discuss the price of eggs and how many can be bought with Rp 1,000.

They also consider the cost of fish and the possibility of a nutritious meal with Rp 1,000.

Implementing a plan for students to bring Rp 1,000 for a healthy meal at school, promoting savings, and improving the school environment.

Students are given Rp 1,000 to bring for a healthy meal at school the next day.

The teacher encourages saving and discourages spending the money on non-essential items.

The teacher plans to monitor the program's impact on students' health and nutrition.

Discussions about setting up a savings program and improving school facilities are initiated.