Revolusi Pendidikan di Jawa Barat: Visi dan Strategi untuk Generasi Survive

Sunda women's impatience and hot tempers necessitate improved childcare education focusing on patience through activities like knitting and weaving.

### Building Education and Character of the Young Generation in West Java
* 🎶 Children's education should be improved to build **patience and resilience**, especially for Sundanese women who have **different characters** compared to Javanese women.
* 📞 Many widows are in need of assistance, indicating a **social problem that must be addressed**, especially in the context of **high economic and divorce rates**.
* 🏫 Schools must have **high standards and technology** to deal with the wave of Indonesia's **nascent middle class**.
* 💰 Education policies that support poor children to attend expensive institutions will help create a **better generation**.
* 🔍 The younger generation must be able to **read the future** and understand the **needs of future employment and technology**.
* 👮 Soldiers and police will be involved in disciplining students, including addressing the issue of **motorcycle gangs** through a **conscription approach**.
* 📚 The government will build SMKs with an **integrated education system** to produce **experts needed by the industry**.
* ❤ "Teaching is an **inner satisfaction**, a **soul value**," so teachers should be given support and protection in carrying out their duties.

Naon anu [Musik] kaalaman jalan hirup [Musik] Perkelahian rahayu panuntun indung ngadun lembur. [Musik] Loh, saya orang sudah kan tahu, saya ini...

sering dapat telepon, dapat WA, diminta bantuan oleh para janda-janda yang kebetulan nasibnya jelek. Kemudian dia akhirnya jadi, sebelumnya jadi simpanan. Kemudian dengan ketahuan sama istrinya,

di sana dia bikin perjanjian kerja. Dia tidak betah, mau balik harus bayar Rp5 juta, kan begitu. Kenapa? Kan saya tahu urusannya begini. Saya biasanya, "Oh, sudah tiket pesawatnya saya urus, kamu balik."

Enggak akan saya sebutin kamu mantan siapa. Aing nyaho, tah, usaha ini terjadi. Nah, terus kemudian kalau ngomong itu orang mana? Mayoritas orang Sunda. Orang Sundanya di mana? Keluar apa provinsi?

paling religius, beragamanya kuat, paling kanan. Ceuk saha? Iro. Nah, problemnya apa dari orang Sunda ini? Tentang perempuannya, teu sabaran, panas baran, selalu ingin melawan. Wajenting bubar rumah tangganya itu

pilaku orang Sunda, perempuan Sunda, beda dengan perempuan Jawa. Ini yang harus segera diperbaiki untuk itu pendidikan anak-anaknya agar sabar. Jangan dulu pegang HP, suruh bikin renda, suruh bikin

Rajut, suruh bikin, nenun, suruh nyulam, itu pendidikannya untuk apa? Membangun kesabaran dan ketangguhan perempuan Sunda, itu tujuannya. Perempuan Jawa diajarin apa? Nah, perempuan Jawa diajarin apa?

Ngebatik, angita, lahir apa? Apakah perempuan Jawa itu dari angkatan itu hanya menjadi pembatik? Enggak. Lahirlah Sri Mulyani, lahirlah Bu Retno, lahir perempuan-perempuan yang kokoh, tidak

juga mereka. Tetapi di balik itu, perempuan-perempuan Jawa juga menjadi perempuan yang di rumahnya luar biasa. Lahirlah anak-anak yang kokoh, anak-anak hebat akan lahir dari

perempuan-perempuan sabar. Taruhan saya. Makanya banyak yang suaminya preman, tukang mabuk, tapi anaknya saleh-saleh. Kenapa? Yang sabar istrinya. Angka perceraian yang paling

tinggi di mana lagi? [Tepuk tangan] Guru, problemnya apa? Ekonomi. Gurunya dapat tunjangan sertifikasi, kuliah, suaminya ngojek. Kita tahu kok. "Saya baca itu, enggak. Salaki aing

ngojek, aing, aing kuliah." Gurunya akhirnya senang, nonton, dengerin lagu "Ingin Indah" bobogohan, atur kuliahan. [Musik] Bubar, ya. Pengalaman. Makanya saya tuh ngerti seluruh urusan

karena mengerti dan mengalami. Nah, untuk itu, maka yang kedua, sekolah yang harus dibangun adalah sekolah yang memiliki standar. Harus standar, harus ada sekolah standarnya. Jangan sekolah yang hanya SMP dilanjutkan...

Saya punya kebijakan baru ketika jadi gubernur nanti adalah, di situ SMA-nya kurang, maka SMP-nya harus 3 tahun tambah 3 tahun. Jadi sampai SMA, saya tanda tangan yang mengunjungi dengan Bupati, Wali Kota,

tetapi kita harus menyiapkan dulu dong sekolah yang menyempurnakan. Artinya sekolah yang punya kualifikasi. Yang berikutnya, sekolah yang berteknologi. Harus ada sekolah yang dianggap paling hebat, itu harus ada.

Kenapa? Karena ada gelombang kelas menengah yang lahir di Indonesia yang anak-anaknya enggak boleh sekolah di sekolah-sekolah yang biasa-biasa saja. Harus yang mahal, SMP harus yang mahal,

SMA harus yang mahal, harus yang mahal. Semakin mahal semakin bergengsi. Eh, Anda pemerintah mau diam saja? Punya dong kebijakan. Enggak apa-apa sekolah ini untuk menampung orang-orang

kaya, enggak apa-apa agar duitnya masuk dan itu mensubsidi orang-orang miskin. Enggak apa-apa bikin ini. Orang kaya pengin sekolah, enggak apa-apa. Sudah bangun sekolah bagus, tapi di sekolah itu

harus ada 340% anak-anak miskin yang pintar sekolah di situ. Sebab kalau enggak, loh, anak eselon 2 di Purwakarta, termasuk putra Pak Sekda, enggak

ada tuh yang sekolah di SD pemerintah. Ini mental, Pak. Enggak tahu anaknya Pak Kadis. Jangan-jangan tidak juga sekolah SD pemerintah. Enggak? Wah, salah. Wah, salah saya ngasih contoh, Pak.

Dulu, Pak, saya bikin SD Kahuripan Pakajajaran. Saya berinvestasi di situ. Anak saya dua-duanya sekolah di situ. Saya ngasih contoh. Jadi, enggak bisa pejabat tidak memberikan keteladanan. Anda

ngomong SD harus begini begini, anak di sekolah lain. [Tepuk tangan] Gimana? Jadi pemimpin harus konsisten. Anak saya itu sekolah SD Kahuripan Pajajaran, sekolah di situ bareng sama

yang lain. Di saat orang lain berburu sekolah favorit, enggak bisa. Kenapa? Saya selalu meyakini pada anak-anak saya, "Eh, kita ini enggak penting juga sih sekolah harus favorit-favorit amat. Apa, Ayah juga

sekolahnya STH Purnawarman Purwakarta? Bubar sekarang bisa jadi gubernur." Kenapa? Karena saya menerapkan pada anak saya, sekolah itu tidak begitu penting, pengalaman hidup yang jauh lebih

Penting makanya orang tuanya yang tidak punya kesempatan membentuk karakter anaknya, masukkan di sekolah hebat. Kalau orang tuanya sudah hebat, anaknya di sekolah biasa. Kenapa loh? Karena ayahnya udah

hebat. Udah, masukin sekolah biasa. Kalau sekolahnya hebat, nanti ayahnya sama gurunya bertengkar persoalan ide. Gurunya harus satu bagi anak-anaknya. Anak saya ketika ini yang ke Subang, saya

sekolahin di TK Pembina milik pemerintah, bareng sama anak-anak yang lain. Depannya lapang, kanan kirinya jalannya goreng. Kenapa? Tugas saya besok, matik, jalan ini harus nah sehingga nanti harus

ada sekolah yang memiliki investasi tinggi. Untuk apa? He, anak-anak orang kaya masuk sini, orang-orang pintar yang jenius-jenius anak-anaknya masuk sini, yang *high for* otaknya masuk sini semua.

Kenapa? Karena negara nanti menyiapkan semuanya. Bagaimana sekolah tradisi anak-anaknya nanti? Maju nanam padi, nanam jagung, pelihara ikan, ngembangin peternakan. Otak-otak jenius nanti

bantuin dia bikin drone, bikin alat mesin pertanian, ngembangin teknologi air, semua berkolaborasi yang disebut dengan silih asih, satu nilai. Ini caranya. Nah, hanya dengan itu kita bisa membangun bangsa. Kenapa ini negara orang?

lagi bersaing berebut pengaruh. Untuk itu, revolusi berpikir pendidikan dilakukan. Nah, kemudian nanti adalah terintegrasi. Bagaimana terintegrasi? Kebijakan pembangunan terintegrasi. Bagaimana, eh...

ingat SMA di Jawa Barat itu nanti akan didampingi oleh tentara dan polisi. Kenapa dia harus masuk ke situ? Mendisiplinkan. Bagaimana cara berdiri, jalan, bagaimana cara bersikap, bagaimana

cara melanggang. Bagaimana menghilangkan geng motor? Akan saya ganti dengan wajib militer mereka itu. Saya nanti kalau ada geng motor itu, akan saya panggil orang tuanya. "Kamu apa? Gimana? Masih sanggup

mendidik anaknya atau tidak?" Kalau enggak, saya ambil alih anaknya oleh pemerintah provinsi. Saya masukkan wajib militer. Enggak bisa dibiarin terus, Pak. Enggak bisa. Enggak bisa begini terus. BS di tempat saya.

setiap motor yang lewat knalpotnya brong, dicegah, ambil, ganti, ambil, ganti. Kenapa harus dirubah? Sekarang guru membiarkan anaknya di sekolah, knalpotnya brong. Dan nanti enggak usah takut karena

ada Gubernur di situ. [Tepuk tangan] Depan, Pak! Ini bangsa ini perlu survive. Karena bangsa perlu survive, maka perlu generasi yang survive. Generasi yang survive adalah generasi yang teruji, generasi yang bisa

menginternalisasi seluruh pengalaman hidupnya. Karena seluruh pengalaman hidupnya, maka masa depan harus dibaca. Bagaimana membaca, membaca masa depan 150 tahun ke depan? Purwakarta, Karawang,

Bekasi itu akan apa? Berapa mesin industri akan datang? Industrinya jenisnya apa? Kebutuhan lapangan kerjanya apa? Teknologi digitalnya apa? Kebutuhan energinya berapa? Kecukupan airnya berapa?

Air di Jatiluhur masih cukup enggak? Sumber airnya bagaimana? Aliran airnya bagaimana? Tingkat polusinya apa? Solusinya apa? Banyak orang menganggap saya dulu, tradisi diikat,

Goa, Goa Kethek, Goa itu menggambarkan kecerdasan luar biasa. Bagaimana di wayang ada tokoh Gatotkaca. Gatotkaca itu, itu cermin dari pesawat tempur. Dia adalah dibangun dari komponen

baja. Telinganya walaupun di atas mampu mendengar kejadian di bumi. Itu kan pesawat, pesawat-pesawat tempur Amerika. Bagaimana ada wahyu Batara Kresna? Ya, itu bisa membaca masa depan.

Bagaimana leluhur kita dulu itu cerdas, dia bisa melihat apa yang jadi... Nah, kita ini harus dibangun ke anak-anak kita. Ini hari ini adalah kita ini orang hebat, kita ini orang kuat, dan kita ini bangsa...

yang bermartabat ke negara kita ini. Kaya negara kita ini luar biasa sehingga orang lain datang ke sini, kita terbalik. Orang ngambil kekayaan kita, tapi kita hormat sama mereka. Kita ini negeri

terbalik. Orang Belanda dulu kaya dari kita, Inggris kaya sebagian dari kita, negara lain banyak yang kaya dari kita. Sudah ngambil duit dari kita, tapi kita hormat sama dia. Berbalik, tapi kita punya

duit belanja ke luar negeri, takutnya luar biasa. Sudah kita pergi ke luar negeri belanja, kita belum tentu dihargai. Kita sudah pergi ke luar negeri bawa duit mau belanja, di tempat

pemeriksaan paspor saja melihat wajah kita, mereka tidak menghargai. Piknik di Indonesia kita tidak dihargai. Untuk itu, kenapa bangun kepercayaan diri mereka? Tanpa kita, enggak ada apa-apanya.

Nah, untuk itu bangun, kita rubah cara berpikir ya, para guru. Harus dibikin kualifikasi, bukan hanya ngomonginnya adalah ngomongin honor, bukan honor. Bukan itu, orang punya kualifikasi enggak? Nanti

itu Kepala Dinas Pendidikan harus punya daftar guru yang punya kualifikasi. Guru yang punya kualifikasi ini dikasih tambahan stimulus. Saya akan berikan tambahan stimulus bagi guru-guru yang punya kualifikasi.

di Jawa Barat ini enggak usah perlu banyak, saya hanya memerlukan 10.000 orang dalam setiap tahun. Jadi, orang-orang hebat, enggak usah banyak, satu kabupaten cukup 500 atau 100 itu

jadi penggerak. Ini harus, dan saya akan berikan stimulus bagi anak-anak Jawa Barat yang punya produksi, dia punya kambing itu, punya produksi, dia punya ayam, dia punya produksi, dia bisa bikin teknologi, dia

dia bisa melahirkan robot, saya akan subsidi anak-anak itu. Kenapa? Anak-anak hebat harus dilindungi dan didorong dia untuk tetap di luar negeri dan belajar, studi luar negerinya dibikin kontrak

untuk balik lagi. Kenapa? Ingat, orang daerah itu pintar. Seluruh anak di dunia suruh sekolah di Amerika, suruh sekolah di Jerman, yang pintar-pintarnya tidak boleh pulang, yang pintar-pintarnya tidak boleh

pulang. Habibie dulu tidak boleh pulang karena idealismenya terhadap Indonesia, dia pulang. Tetapi setelah di Indonesia, diolok-olok. Dan orang Indonesia itu selalu mengolok-olok terhadap orang yang

punya visi dan selalu memuja-muja kepada orang yang tidak punya visi. Jangan tukar-tukar urusan visi dan semangat kebangsaan dengan politik, karena politik akan, sifatnya siapa pun yang sama pilihan,

politiknya, maka dia teman yang beda, dia musuh. Saya tidak mau itu. Saya ingin selalu objektif, maka setiap saya memimpin tidak pernah saya rubah warna pemerintah menjadi warna partai saya.

tidak pernah. Kapan ketika saya menjadi Bupati pernah Anda lihat di samping kiri saya pengurus Partai? Tidak. Samping kiri saya selalu birokrasi. Tim Sukses hanya mengantarkan sampai menang. Setelah

itu dia kembali ke tempatnya. Enggak usah ikut sukses di pemerintah daerah. Bahaya kalau Tim Sukses ingin masuk ke gedung negara. Enggak bisa. Kenapa dia harus kembali? Karena judulnya juga

relawan. Dia rela berkorban untuk apa? Dalam dirinya enggak apa-apa Kang mimpin, enggak apa-apa Omen mimpin, tetapi Jakarta istimewa dan jauh lebih wujud saya kembali

menjadi petani, menjadi nelayan, menjadi buruh, yang penting perhatikan kesejahteraan kami. Itu bukan mengirim proposal, proposal, proposal. Akhirnya selama 10 tahun hidup dari proposal, enggak boleh ya. Untuk itu saya

ucapkan terima kasih ya. Ini visi, ini orientasi dan mohon maaf tadi terganggu oleh riuh orang-orang, kan karena dia lagi menikmati kebahagiaan hidupnya. Nah, untuk itu para guru berubah,

pikiran dan enggak usah ragu belajar dari guru dulu. Guru dulu itu enggak pintar-pintar amat, sekolahnya juga cuma SD, bahkan, eh, bahkan SPG, tapi bisa

melahirkan doktor, purnawirawan. Yang anaknya sekolah di sekolah swasta ya bisa melahirkan profesor dan yang sama anaknya di sekolah swasta. Nah, eh, jadi saya mengajak pada seluruh pejabat, kasihlah tauladan,

konsistensi. Jadi ya, apa yang diucapkan harus dilakukan. Orang paling enak dalam hidup, apa yang diucapkan itu yang dilakukan, itu paling enak. Dan paling enggak enak apa yang diucapkan tidak

dilakukan. Makanya saya ngomong selalu dari hati. Saya ikut debat di Pilgub apapun, saya enggak pernah punya catatan. Mimpin rapat di apapun, saya enggak, saya

hanya menyampaikan hati saya dan pikiran saya yang itu saya peroleh dari pengalaman hidup saya yang panjang, dari mulai tukang asah sabit, tukang ngangon domba, kemudian tukang ojek, tukang foto

keliling, tukang cetak foto, jadi buruh pabrik, jadi aktivis buruh, kerja di Balai Latihan Kerja luar negeri, jadi tukang beras, saya ngalamin semuanya. Nah, itu ini

Ini yang saya lakukan dan terakhir, pimpinlah dengan hati. Karena kalau memimpin dengan hati, maka bangunan yang dibangun itu bukan hanya tembok, tapi dia adalah bangunan hidup yang ada

ruhnya. Dan saya titip pesan, Purwakarta segera berbenah menyambut pemimpin baru. Dan itu tiang-tiang lampu yang sudah mulai kusam, tolong dicat. Terus kemudian saya lihat di

gerbang Jatiluhur itu, mata saya itu selalu lihat ke situ, kan. Itu yang tulisan apa, yang kayak, apa, yang kertas promosi yang di tiang-tiang lampunya. Ada banyak dan ini, nah segera dibenahi. Kenapa?

karena pegawainya itu banyak. Dan terakhir, saya juga jadi aneh. Ini yang akan saya sampaikan ke Menteri, eh, Pemberdayaan Aparatur Negara. Ya, saya pikir kalau tukang sapu itu P3K-nya enggak usah

ujian pakai komputer. Iya, ini lagi ketemu anak-anak tukang sapu. "Maneh ka mana?" "Nge-ujian itu, Pak, P3K." "Liur cenah, Pak." "Kunaon?" "Pan biasana ge nyekel sapu,

abi kudu nyekel komputer." Coba, ini diperlukan pemimpin *out of the box*. Apakah tukang sapu, supir truk, tukang manggul sampah, kemudian ketika P3K-nya pakai komputer, kemudian besoknya

Jadi nyapunya jadi pakai komputer, kan harusnya spesifikasi... salah satu kelemahan birokrasi Indonesia, semua orang menjadi ahli administrasi. Padahal yang diperlukan itu produksi. Ini saya, ya sudah kalau tukang

sapu, ya ditesnya nyapu. Tukang masak ditesnya masak. Tukang babad rumput ditesnya babad rumput. Dan tukang sapu enggak usah pakai ijazah, enggak usah

lulus enggak lulus SD pun enggak apa-apa. Karena yang dibutuhkan nyapunya. Karena apa? Karena nu teu lulus SD nyapuna leuwih rajin ti bat nu lulus SMA, tarohan!

[Tepuk tangan] Aing kalau guru ya harus pintar gitu loh. Beda, Bu. Penjaga sekolah entong sarjana. Sabab penjaga sekolah sarjana kagok nitahna.

Penjaga sekolah mah pangang itu. Sekarang di penjaga sekolahnya jarang yang punya kualifikasi. Zaman saya mah, wih sarjana jadi penjaga sekolah. Lantaran jadi penjaga sekolah di...

administrasi. Bos, ieu kurang tukang sapu, kurang tukang..., ieu kurang ahli ukur, kurang ahli pertanian, kurang arsitek, yang... yang kurang di administrasi. Ini produksi itu yang kade kare jeung...

Karena apa yang terlihat dan dirasakan oleh masyarakat itu penting, jadi ini harus dibangun nanti sekolah. Pokoknya saya targetkan 3 tahun ke depan enggak ada lagi anak yang tidak sekolah SMA,

tamat, ya, kan? Semua harus. Dan saya akan bikin peraturan gubernur yang berisi sanksi bagi orang tua yang tidak menyekolahkan anak. Sanksinya apa? Nanti ada kebijakan sanksi, misalnya bantuan sosialnya

saya pangkas, banyak subsidinya saya cabut. Kenapa? Karena kita penting generasi pandai dan Jawa Barat itu penduduknya sekarang 49,8 juta jiwa, yang sangat luar biasa, harus segera dioptimalkan dan pendidikannya

terdepan. Pak Sekda, Kadis-Kadis Tenaga Kerja, survei enggak usah jauh-jauh, Pak. Bapak nongkrong di Kota Bukit Indah jam 5, nongkrong di situ,

lihat motor yang keluar dari pabrik A, B, G, A, B, E, G. Itu perbandingannya 9 banding 1. 9 motor itu masih motor luar, satu baru motor Prakarti. Ini harus segera bikin cepat,

bikin rencana. Nanti bikin sekolah, saya nanti akan bangun SMK Jawa Barat Istimewa, yaitu 1000 anak di SMK itu di-camp dengan sistem pendidikan militer dan kemudian orientasi pikirannya ke

industri sehingga dia nanti menjadi orang-orang hebat dan ketika bertemu dengan teman-teman di luar, pasti dibutuhkan adalah tenaga ahli dan kita harus banyak. Nah, kalau nanti mengirim

tenaga kerja ke luar negeri adalah TKI, tukang masak, menjadi asisten rumah tangga, nanti harus diperbanyak perawat, dokter. Ini yang harus dilakukan oleh kita dan itu perlu pemimpin yang

visioner dan kesatuan gerak. Untuk itu saya ucapkan terima kasih, selamat Hari Guru. Semoga guru sejahtera, amin. Mudah-mudahan semuanya semangat, miliki spirit. Dan bagi guru sebenarnya

mengajar itu bukan urusan uang, mengajar itu padanya adalah kepuasan batin, nilai jiwa. Saya tahu guru-guru itu enggak mau berhenti mengajar walaupun dia jadi guru honorer 16 tahun. Kenapa?

Karena cinta pada anaknya enggak bisa digantikan oleh suami yang lain. Terakhir saya dengan guru Ibu PR, siapa yang di sana? Saya ikut support pada dia sebagai apa sebenarnya? Sebagai bentuk bahwa saya memiliki

ucapan terima kasih pada guru dan berikan pesan jangan suka ganggu guru. Intinya itu saja. Dan problem orang tua kita hari ini adalah satu, anak-anaknya tidak boleh dihukum sama gurunya, tapi dia tidak

tidak berdaya menghadapi anak-anaknya. Sehingga nanti ke depan, setiap pendaftaran siswa itu bikin angket pernyataan dan dilegalisir oleh notaris. Saya akan menempatkan notaris di setiap sekolah.

itu nanti, nanti dilegalisir. Legalisirnya apa? Pernyataan bahwa dia tidak akan mengkriminalisasikan guru apabila ada tindakan hukuman pada anaknya, apabila anaknya terbukti

bersalah. Jadi itu nanti menjadi dasar bagi para guru untuk melakukan tindakan yang terukur. Dan saya bantu guru itu bukan hanya sekadar hari ini. Dulu pernah ada guru di SMP Bojong yang dikriminalisasi sampai Polsek. Saya

mendampingi dan akhirnya dibebaskan, ya. Dan Purwakarta beruntung ya, tidak pernah ada kriminalisasi guru. Dan untuk itu saya ucapkan terima kasih. Titip muridnya, didik untuk masa depannya. Insyaallah

pola pendidikan yang di Purwakarta dulu berjalan nanti akan diterapkan di seluruh Jawa Barat. Dan saya akan mulai dari Purwakarta mengembalikan sistem pendidikan yang dulu saya rancang yang

dikagumi oleh banyak orang, tapi selama 5 tahun dihentikan. Mudah-mudahan Pak Bupatinya bersepakat ya. Saya nanti, saya tidak akan langsung memperlakukan bagi seluruh daerah. Saya mau tanya Kepala

daerahnya. Anda mau enggak kerja sama begini? Anda mau enggak? Anda mau enggak? Anda mau enggak? Saya tidak akan pergi untuk Jawa Barat. Enggak, saya akan tanya nanti, satu visi. Enggak, saya bupatinya.

kalau satu visi akan saya terapkan bersama. Jadi belum tentu di Jawa Barat berlaku semua kalau kepala daerahnya berkeberatan, ya. Nah, nanti kalau ada satu daerah yang mengalami kemajuan,

anak-anaknya tidak ada geng motor, rapi, tertib. Nah, karena saya dengar kemarin dapat berita juga kan anak SMP ke sekolahnya bawa minuman. Kenapa? Karena pemimpinnya tidak rajin kayak saya dulu. Eh, bongkar,

gebruskan, bongkar, gebruskan. Pola itu memang pola sporadis yang, yang sebenarnya tidak baik, tetapi ya karena darurat ya harus dilakukan dulu, kan? Saya menemukan itu yang tukang minum di Subang tuh, anak SMP,

KDM : TRADISI MENGUATKAN JATI DIRI | TEKNOLOGI MEMBANGUN HARGA DIRI

LEMBUR PAKUAN CHANNEL

Discussion of social issues and personal experiences with people seeking help.

Frequent requests for assistance from individuals, particularly widows, facing difficult situations.

Providing support, such as arranging travel for those in unfavorable work arrangements.

Observations about cultural characteristics and behaviors, particularly related to Sundanese women.

Proposed education policies and initiatives focused on establishing standardized, technologically advanced schools and supporting students from different socioeconomic backgrounds.

New policy for extending SMP education to six years in areas with limited high schools.

Need for high-quality, technologically advanced schools to cater to the emerging middle class.

Advocating for expensive, prestigious schools to attract wealthy families and subsidize education for the poor.

Encouraging officials to lead by example by enrolling their children in public schools.

Vision for integrated development policies, including the involvement of military and police in schools for disciplinary purposes, and addressing issues like motorcycle gangs and the need for skilled labor.

Integrating military and police presence in high schools to instill discipline and address behavioral issues.

Proposal to implement mandatory military service for members of motorcycle gangs and involve parents in addressing the issue.

Long-term vision for the future, focusing on industrial development, technological advancements, and resource management.

Emphasis on teacher qualifications and providing additional incentives for qualified educators.

Call for change in mindset and approach to education, drawing inspiration from past educators, and promoting consistency between words and actions.

Encouraging teachers to focus on intrinsic rewards and the value of teaching.

Learning from past teachers who achieved significant results despite limited formal education.

Importance of leading with heart and building a future with a soul.