Political Struggles of Indramayu's Deputy Regent

Luki Hakim's political journey reveals the challenges and disillusionment faced by deputy leaders in local governance.

### Political Dynamics: Disharmony Between the Regent and Vice Regent
* 🚪 "I have to **open the door myself**, and then sit waiting," describes the situation of a vice-regent who feels **neglected in his role**.
* 🗣 In the first year, election-winning couples often experience **psychological separation**, which is recognized by the Minister of Home Affairs.
* 💔 This disharmony can be seen in the case of the Deputy Governor of North Kalimantan who was **angry because he felt he did not get a role on social media**.
* 📊 Nina Agustina and Luki Hakim won the Indramayu Regency election with **around 10 billion in capital**, although they are now facing **internal conflicts**.
* 📉 Luki Hakim explained that despite his high popularity, he felt he was **not authorized to act as deputy regent**.
* 🤝 He admits that the position of **deputy regent is often not appreciated** and does not get **enough support from the regent**.
* 📝 "I don't blame anyone, I don't curse the darkness," he said as he acknowledged his **responsibility for unfulfilled promises**.
* 💼 With a salary of around **5 million** and inconsistent benefits, Luki felt that the position of deputy regent did not provide **room to work effectively**.

### Tensions and Responsibilities: A Deputy's Struggle in Indramayu Politics
* 💰 In 2022, the financial administration under the Bupati and Wakil Bupati included **Rp100 million for administration**, **Rp194,000 for medical check-ups**, and **Rp2.1 billion for Sekda's household facilities**.
* 💵 The operational budget for the regional head was **Rp1.1 billion**, leading to an estimated total of around **Rp3 billion in annual funds**, with the speaker receiving approximately **Rp150 million monthly**, totaling nearly **Rp2 billion per year**.
* 🤔 The speaker expressed discomfort with receiving funds for meals and drinks, stating they did not feel **deserving of such payments** since they believed they were **not fulfilling their duties**.
* 📉 They highlighted a **lack of resources and support**, including the absence of aides and security, which hindered their ability to **serve effectively in their role**.
* 🗣 The speaker emphasized the importance of **being present and engaged with the community**, noting that they spent significant time **addressing public concerns** despite limited support.
* 🚪 They decided to resign, feeling that their responsibilities were **not being met** and that they were **not able to fulfill their role adequately** due to a **lack of resources and political support**.
* 📜 The resignation process involved communication with the governor, who sought to **mediate the situation**, but the speaker maintained that they would **not retract their resignation without a clear solution to their challenges**.
* ⚖ Ultimately, the discussion highlighted broader issues within local governance, questioning the **necessity and effectiveness of the deputy role** in achieving **meaningful political outcomes for the community**.

Saya harus buka pintu sendiri, terus duduk nungguin. Ah, tahunya ada tamu dari mana? Berarti saya harus ke depan, ke tempat operator. Saya harus... Selamat datang di kantor Wakil Bupati, mau ketemu

sama Wakil Bupati ya. Inilah saya, gitu kan. Enggak mungkin juga, Bang. Nyesal masuk di dunia politik? Enggak, tidak menyesal. [Musik] Karena [Musik]

[Tepuk tangan] [Musik] Bahkan pada tahun pertama, pasangan pemenang Pilkada, baik Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Gubernur dengan Wakil Gubernurnya, telah berpisah secara

psikologis. Bahkan pada tahun pertama itu, kata Menteri Dalam Negeri. Ketika saya masih dulu di Komisi II, Pak Ganjar... Dan problem ini sudah lama, pada saat kami membahas undang-undang tentang ee... Pilkada dan

juga undang-undang tentang Pemda. Tapi ternyata tidak cukup ada tindakan yang dilakukan oleh undang-undang negara dalam hal ini, dan tentu saja pemerintah, untuk mengatasi itu. Yang kemudian kita dengar

adalah terjadinya perselisihan, bahkan perkelahian. Anda mungkin masih ingat Wakil Gubernur Kalimantan Utara, yang kebetulan sahabat saya, Pak Udin Hianggo, itu sampai ngamuk.

Pada sebuah upacara dihadiri oleh Gubernur karena dia tidak mendapatkan peran apa pun hari-hari ini di media sosial dan sudah masuk pemberitaan Wakil Bupati Indramayu berbicara dengan keras

bersikap dan menyatakan mundur. Banyak yang mengenalnya sebagai artis, tapi sebenarnya dia itu sudah jadi politisi. Loki Hakim siap. Bang, kenapa kalian...? Ceritanya kurang lebih seperti tadi.

Bang, itu apa? Ee... mungkin ada ketidakharmonisan, ya? Bisa jadi. Secara... kalau secara personal mungkin baik, tapi kan kita... kita bukan bicara personal. Ini kan bicara tentang lembaga negara, konteksnya di sini Bupati, Wakil Bupati, kan gitu. Eh...

dan ini saya tidak bisa bohong, Bang, karena ada jejak digital. Kita sekarang enggak bisa bohong, Bang. Kalau kita bicara bahwa harmonis, tidak harmonis, jelas-jelas bisa dilihat di Google. Ada...

interpelasi Kabupaten Indramayu di DPRD itu ee... salah satunya adalah ketidakharmonisan, kan gitu? Jangan sampai ke situ dulu. Kita... saya ingin... karena ini gini, banyak orang yang bertanya-tanya,

apa gerangan yang terjadi pada kalian? Nah, ini kan baru ya, jadi pasangan ini ee... coba ditampilkan. Pasangan Nina Agustina dan Luki Hakim ini memenangkan Pilkada Kabupaten Indramayu, sebuah Kabupaten...

Besar di Jawa Barat dengan penduduk 2 juta dan APBD-nya sekitar 3 triliun itu pada tahun 2020. Tapi, bahkan tadi sempat saya bicara di depan sana...

bahkan sudah bercerai, tanda petik. Bahkan pada 3 bulan pertama, kalian maju lewat partai apa? Ya, PDI Perjuangan, Gerindra, dan NasDem. Oke. Mengalahkan incumben?

Incumben waktu itu (Gocar)? Iya. Terus ada lagi paslon lain: Demokrat dan PKB. Satu lagi ada independen. Dan kamu atas nama NasDem, ya?

Iya. Pada saat itu, berapa kursi NasDem? NasDem satu kursi, Gerindra enam kursi,

PDIP tujuh kursi. Dan pasanganmu, dalam hal ini Bupati Nina Agustina, itu dari PDIP. Oke. Bagaimana kalian dikawinkan? Saya kalau kenal orangnya dulu, pernah kenal karena... ee... apa,

pecinta kucing atau apalah. Dulu pernah di satu komunitas, tapi enggak pernah hangout bareng, enggak pernah apa, ketemu lagi pas ee mau menjelang Pilkada. Menjelang Pilkada ketemu terus, ya, ya kan?

Sudah kenal, kan gitu. Tapi kan enggak kenal segalanya, kan? Cuman pernah kenal saja. Terus pada saat itu, PDI Perjuangan... ee... Bapilunya lah, gitu ya. Ee... mengkomunikasikan sudah paslon saja, kan.

Kebetulan kamu kan orang Indramayu, orang tua saya juga. Walaupun siapa yang Indramayu? Saya? Ibu saya orang Indramayu. Oh, artinya memang orang Indramayu ada dari Indramayunya, meskipun sejak lahir

di Jakarta gitu ya. Oke. Lalu kalau bupatinya, bupatinya lahirnya tidak di Indramayu, tapi kan bapaknya beliau kan orang Indramayu juga. Oh iya iya, Pak Dai.

Memang orang Indramayu. Oke, jadi kita tuh keturunan Indramayu lah gitu. Sebenarnya karir politik saya tuh di Bekasi, Depok, karena saya jadi dewan dari Depok dan

Bekasi. Enggak apa-apa, tapi kita bisa sama-sama nih berjalan. Oh ya, sudah. Atas nama ee semangat bersama, kita jalan dengan segala keluh kesah, rintangan, akhirnya kita menang sih, ke situ sih, Pak.

Menghabiskan berapa biaya waktu itu? Saya pribadi itu tidak banyak. Saya pribadi itu around 1,2, 1,2-an lah. 1,2. Pasanganmu dapat keluar berapa kira-kira? Kemungkinan besar ee

sekitar, enggak lebih dari 10, mungkin 7 sampai 8 miliaran lah. Oh, jadi kalian itu memenangkan pertarungan di Indramayu hanya dengan bermodalkan sekitar 10

Miliar ya, itu cukup murah loh. Betul, tapi cukup capek banget, sangat capek gitu loh. Artinya ee, dan kan kita pakai konsultan, memang menyatakan bahwa tentu ada money politik, akan ada, akan ada

pengaruh, tapi tidak terlalu besar. Sebenarnya yang paling berpengaruh adalah pertemuan. Itu kata porsi paling besar adalah pertemuan untuk meyakinkan kamu merasa punya peran enggak dalam

kemenangan kalian ini. Secara metodologi yang bisa diukur, popularitas saya pada saat pertama saya datang Indramayu itu sudah di atas 70%. Oke, lalu ee bagaimana biar dikaitkan sama elektabilitas, maka

saya lakukan pertemuan dan pertemuan, betul dan memang sangat signifikan, berubah sekali gitu. Dan kalau apakah saya berkontribusi atau tidak, tentu kita semua berkontribusi, tapi tidak mungkin

terus saya tiba-tiba hanya karena artis terus enggak bisa apa-apa. Justru karena artis, popularitas itu adalah get di depan dulu sebelum kita tahu orang itu pintar atau bodoh. Pertama kan kita lihat

kenal dulu atau tidak, kan? Nah, jadi saya tuh punya basic-nya adalah dikenal dulu. Setelah itu baru pertemuan membuat orang suka atau tidak setelah ketemu. Alhamdulillah, setelah ketemu malah makin

Suka karena diikuti oleh popularitas dan elektabilitas yang naik. Sebelumnya kan kau juga calon Bupati. Di sebelumnya, sebelumnya saya waktu itu hampir mau ikut Pilkada di Depok, tapi tapi kan waktunya

bersamaan. Depok sama itu, saya sempat sudah punya tim, sudah apa, dan itu masuk akal sekali kalau saya maju sebagai Walikota atau Wakil Walikota di Depok, karena sudah punya karir politik di situ.

Pernah terpilih sebagai anggota DPR RI dari Dapil Bekasi-Depok, atau Jabar VI, ya, dari Partai PAN pada saat itu, sebelum ke sana gitu ya. Iya, kenapa kamu

jadi Wakil Bupati? Padahal, kamu pernah jadi anggota DPR. Iya, ketika di Indramayu lagi, meskipun kampungnya Ibu. Ya, betul, betul. Ini Bang ee saya punya

keluarga besar, banyak. Oke, dan yang paling terbelakang di keluarga saya itu yang dari Indramayu, yang enggak mau sekolah, yang pikirannya kalau bisa mau kerja ke luar negeri. Bahkan ponakan saya

pun pergi ke luar negeri untuk jadi TKI/TKW. Ya, mulia tidak ya, tetap mulia. Cuman, kenapa sih enggak mau sekolah? Ternyata memang di sana tuh culture-nya, pokoknya

Kalau sudah bertani, kalau enggak mau bertani ya berangkat ke luar negeri. Saya rasa bahwa saya tahu, karena pernah di DPR, Bang. Saya pernah tahu bahwa kita bisa menarik nih banyak, semacam kayak

dana atau apapun, sinergi dengan Kementerian untuk membangun seperti itu, membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Jadi saya pikir ini ada peluang bahwa saya bisa berkarya di Indramayu, kalau

kita bicara Depok, Depok itu sudah jadi dengan segala permasalahannya. Paling kita hanya menyelesaikan permasalahan yang ada. Kalau Indramayu itu ibarat masih banyak hal yang bisa kita gali

lebih dalam lagi. Iya, memang Indramayu salah satu kabupaten yang memang membutuhkan sentuhan tangan yang agak jauh ya, saya gunakan kata yang moderat ya. Iya. Nah, maka kemudian eh ada banyak harapan ketika misalnya ee

Anda berpasangan dengan Nina, Bupati itu, bahwa Indramayu bisa ada perubahan lah. Betul, tapi ternyata yang kalian hadirkan ke ruang publik adalah pertengkaran dan kemudian jadi mundur

gitu ya. Iya, ee waktu berpasangan, kamu paham enggak sih apa posisi Wakil Bupati itu? Saya sangat paham bahwa porsi Wakil Bupati itu adalah mendampingi Bupati dan tidak

Bisa berbuat apa-apa tanpa delegasi dari Bupati? Coba tampilkan nih, saya tampilkan ini. Ini tempat ini apa? Terkenal dengan data ya, supaya kita berbicara dengan data. Bupati mempunyai tugas dan wewenang

itu, sampai dari sampai poin J, wakil Bupati itu, itu tugasnya cuma satu. Kita bacain. Perlengkapan derita... Oh, oh, bukan, bukan. Saya salah baca. Membantu Bupati dalam melaksanakan

tugas dan wewenang Bupati serta menggantikan Bupati dalam hal Bupati berhalangan tetap atau sementara. Wakil Bupati mempunyai tugas dan wewenang yang

diberikan oleh Bupati. Ya, artinya ketika Bupati-mu tidak memberimu wewenang, maka kau tidak punya tugas. Apakah kau tidak merasa menuntut terlalu banyak?

Betul. Itu sebabnya saya tidak menuntut kepada

Bupati, karena itu sama saja berhadapan dengan undang-undang. Oke. Lalu bagaimana dengan sanksi moral yang akan saya tanggung ketika Pilkada yang keluar, janji visi misi itu kan dari mulut saya

juga, Bang? Itulah sebabnya saya tidak menyalahkan siapa pun, tidak menyalahkan undang-undang, saya tidak mengutuk kegelapan. Saya mendingan mundur diri, karena apa? Secara manusia pernah

Berjanji akan segala macam itu, 99 program, tapi pada kenyataannya saya, karena tidak diberi kewenangan ataupun memang apapun itu, tugasnya sedikit. Ini apa yang saya lakukan? Apa tetap

berdiam diri? He, pura-pura budek gitu? Sementara tidak terlaksana ini semua, masyarakat menjerit. Masyarakat kan enggak baca ini, Bang. Saya pikir saya tidak mau menyalahkan siapapun, saya

menyalahkan diri saya sendiri. Saya minta maaf. Saya ma... diri dengan alasan bahwa saya tidak mampu. Oke, oke, oke. Menurut... nanti kita... kita akan ini apa... apa ada urutannya, kita pembicaraan kita ini

supaya juga eh publik memahami.  L Adinda Luki, bukan cuma kamu yang menderita seperti ini. Betul. Tempat saya ini sering didatangi...

Iya, ada wakil bupati di Jawa Timur itu. He, itu bahkan tidak punya kantor karena kewenangannya untuk menempati rumah dinas itu dicabut oleh bupatinya. Betul. Ada bupati yang... bahkan wakil bupati yang bahkan tidak boleh

hadir di acara apapun. Iya, jadi kau jangan terlalu anu ya, jangan merasa satu-satunya yang paling menderita. Banyak yang menderita lain. Iya, penderitaanmu dirasakan oleh... oleh banyak wakil bupati.

Makanya, pada poin ini sebenarnya, saya berpikir mungkin saatnya pemerintah untuk mulai memikirkan, penting enggak sih jabatan wakil itu, baik pada Bupati

maupun Gubernur? Karena dalam kenyataannya, itu hanya menjadi problem, seperti yang disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri pada masa itu, Pak Gamawan Fauzi, yang juga mantan Gubernur.

Oke. Memang selama di sana, kamu tidak mendapatkan kewenangan apapun. Tidak, tidak. Kan bisa begini loh, Ibu Bupati, ini semuanya tanggung jawab Ibu.

Saya memang tugas saya untuk membantu saja. Berikan saya peran agar kemudian I dan janji kita kepada masyarakat terpenuhi. Pernah melakukan itu sudah, dan itu ada WhatsApp-nya. Artinya, saya khawatir

namanya dipolitisasi, akan tidak ada bukti. Adalah hoaks. Saya pun, Mbak, mengambilnya, Mbak, ya begini-begini. Bagaimana ada WA-nya, ada WA, bisa dan responnya sudah, nanti Pak

Kadis saja, Pak. Ini saja. Artinya, saya tidak akan... Itu tadi, di sini konteksnya tidak menyangkut Bupati. Karena kalau Bupati bilang B kepada tupoksinya, ya tupoksinya kembali ke Undang-Undang Nomor 23 itu.

Dan enggak mungkin. Coba bisa dilihat anunya, Lu ini. Misalnya ini, misalnya nih, Bang, kalau sudah mulai kayak gini, misalnya kayak, "Apakah besok setelah Zoom dengan RI 1 perlu saya samperin tim?"

Penilaiannya, mungkin saya ajak makan untuk biar poin tambahan. Ah, jangan, biar aja urusan Pak Sugeng, Mas Sugeng itu Dinas Sosial, misalnya seperti itu ya. Ee, terus, ee ini sudah mulai nih, saya, saya

sudah mulai merasa kayak yang penting saya mencoba, kan gitu? Mulai tidak harmonis itu sebenarnya secara orangnya kita tuh enggak kenapa-kenapa, tapi saya kan, kan saya nganggur diam nih. Oke, saya inisiatif.

Siang, Mbak. Izin besok rencana saya pengin lihat sekolah-sekolah, proses belajar tatap muka sambil sosialisasi prokes dan tetap pakai masker biar jangan sampai lalai dan Covid naik.

Lagi, Mas Luki. Udah lihat kegiatan sekolah-sekolah? Mungkin kita kondisikan bersama ya, Mas, ke ruangan. Ya, baik, Mbak. Jadi em, artinya sudah mulai, jangan Anda merasa dilarang di situ. Iya, tapi

bahasanya tentu halus, karena kita tetap berteman secara, secara pertemanan ya. Dan, dan mulai dari sini udah mulai bahwa setiap saya nanya, "Eh, saya standby ya. Jangan jadi kayak"

Emm, enggak apa-apa, di situ saja kamu. Enggak apa-apa, jadi kayak... sebenarnya bukan dihajar karena kita tidak bertikai, tapi saya merasa bahwa saya tidak punya ruang gerak. Bukannya itu enak diam, tapi...

dapat uang. Iya sih, tapi kan saya perlu masa gak ngapa-ngapain terus. Saya sadar kembali ke otak saya bahwa iya, wewenang wakil bupati memang ya... tunggu, tunggu...

mendapatkan kewenangan. Ya sudah, saya bersabar sampai di suatu titik itu dicium oleh publik, khususnya DPRD, ketika melihat tidak ada fotonya wakil bupati di mana pun, kecuali di Gedung...

DPRD. Saat itu karena DPRD bilang bahwa ini kan anggaran sendiri, jadi di mana pun tidak ada fotonya wakil bupati. Apakah saya protes? Enggak, saya enggak protes ya. Enggak apa-apa, karena saya...

sadar betul bahwa suka-suka siapa pun lah, gitu. Itu bukan kewenangan saya juga. Harus ada fotonya sampai di titik yang publik, DPR, perwakilannya menyatakan...

bahwa Anda tidak harmonis. Kenapa tidak harmonis? Karena... karena tidak diberikan ruang ketika ee... ketika rapat paripurna. Rapat paripurna itu kalau Bupati tidak datang, tidak boleh saya yang datang. Loh, kok bilang...

Enggak boleh lah, buktinya disposisinya dikasih ke Sekda, ke Kepala Dinas. Seperti itu. Lalu, ketika saya memaksa datang... Kenapa saya memaksa datang? Karena saya melihat ada undangan-undangan

kepada Wakil Bupati. Saya pernah melihat di media, besok ada rapat paripurna, Wakil Bupati diundang. Saya datang. Saya datang, saya duduk di kursi Wakil Bupati, yang

duduk di kursi Bupati siapa? Sekda. Sepanjang itu, dan saya bilang bahwa, ya, saya memang duduk di kursi Wakil Bupati, tapi kan saya mewakili Bupati. Yang duduk di kursi Wakil...

Yang duduk di kursi Bupati itu Sekda. Bahkan ketika ulang tahun Indramayu... Ulang tahun Indramayu nih, yang mana rapat bersama Gubernur dan lain-lain, itu Zoom dan lain-lain. Wakil Bupati kan kursinya

duduknya di atas. Itu duduknya bersama-sama... Dipisahkan, duduk bersama dengan penonton gitu. Terus yang di atas siapa? Kosong! Padahal kursinya ada di situ, ada

kan itu kursi tetap, kursi. Nah, saya pun tidak komplain, tidak ada... Enggak di media saya ngomong itu. Tapi ketika DPR menanyakan kepada saya, 'Kenapa Anda tidak bekerja?', Anda jangan pura-pura nanya sama

Saya lah wong saya duduk di sini saja, ditaruh di sana, saya bilang gitu. Jadi, Anda ada lihat enggak ada foto saya di mana-mana? Jadi, jangan tanya kerja saya.

Karena saya tidak boleh melaporkan kinerja saya kepada DPRD. Saya melaporkan kinerja saya kepada Bupati. Iya, gitu loh. Ada banyak yang menggugat kamu juga loh, bahwa ah Lukit meminta sesuatu yang

sebenarnya bukan kewenangannya. Apa jawaban mau menyangkut itu? Saya tidak meminta kewenangan pada siapapun loh, hanya ingin membantu. Membantu, iya, oh sesuai dengan... Saya tidak

pernah, bahkan kemunduran diri saya tidak bicara kalau saya karena tidak diberi kewenangan. Tapi kalau Anda nanya kenapa saya tidak bisa mengemban tugas, kan saya bilang saya tidak mampu

mengemban amanah. Heeh. Kenapa? Karena saya tidak diberikan tools-nya. Pernah enggak selama ini, kan masuk tahun kedua kalian ya? Iya, pernah. Enggak dia meminta tolong

misalnya mewakili apa atau gimana, memberikan tugas di tahun pertama? Ada yang 3 bulan pertama, set pertama, setahun tidak ada. Dan itu kan bisa dibuktikan. Ada enggak surat disposisinya? Yang

Yang paling mudah begini: bagaimana saya bisa tahu ada undangan atau panggilan kalau saya tidak punya alat komunikasinya? Misalnya, protokoler ataupun ajudannya. Jadi saya

benar-benar buta, tidak tahu ada presiden yang datang. Yang berikutnya ya, ada Pak Gubernur datang, ya saya enggak tahu. Karena bagaimana saya tahu? Kan tidak punya, enggak ada orang yang menyampaikan

ngasih tahu ke saya. Jadi saya benar-benar diam. Bahkan ketika saya masuk ke ruangan, saya pun enggak ada tukang ketiknya, enggak ada asprinya. Ini, ini saya tidak sedang komplain itu ya,

cuma saya mau ngasih tahu kenapa saya enggak bisa kerja. Ya, karena saya enggak bisa... enggak apa-apa. Lu kau juga boleh komplain menyangkut soal itu, karena itu kan kewenangan, makanya aku

tanya. Heeh. Apa saja yang negara bayarkan kepadamu dalam kapasitasmu sebagai wakil bupati atau pejabat daerah? Hak protokoler, ajudan, aspri, dan penjagaan Satpol PP. Kenapa? Karena saya sudah tanya

itu semua, ada anggaran? Enggak ada anggarannya. Jadi, tapi kamu gak dapat? Tidak dapat. Oke, apalagi tadi... ee jadi Satpol PP, protokol, ajudan, dan aspri. Heeh. Lalu... Emm, ya kalau pernik-pernik saya nanti...

Kesannya saya ngerengek. Kayak, kayak misalnya, gini loh. Jabatanmu sebagai wakil bupati itu adalah jabatan mewakili negara, di situ loh. Maka negara telah menganggarkan berbagai hal

untuk menghormati dan membayar jasa, tanda petik, itu. Kau berhak mendapatkan itu. Perjalanan dinas saya? Saya tidak ada. Kan saya, bagaimana saya bisa melakukan perjalanan dinas kalau memang tidak ada

penugasan? He, tapi saya pengin tahu, nanti ada enggak, terserap tidak anggaran perjalanan dinas saya? Karena kemarin anggota DPRD yang notabene ngurusin bagian itu, kayak misalnya mungkin

banggarnya lah. Kalau DPR RI ya menanyakan, "Masa sih kok enggak pernah ada perjalanan dinas?" Saya mau enggak mungkin bohong sama Ibu Dewan lah. Ibu Dewan ini kan yang menganggarkan, tinggal

diaudit saja, lalu diverifikasi, dipertemukan sama saya. Benar enggak kamu perjalanan dinas? Karena saya... Saya hanya bilang bahwa semenjak hidup jadi wakil bupati itu saya cuma tiga kali perjalanan

dinas. Ke Bandung, ke Bandung, dan satu lagi ke Bandung juga. Itu... itu... itu dinasnya itu ada, tuh. Ada SPJ-nya. L—istilahnya ke Jakarta enggak pernah, enggak pernah, enggak pernah. Ke mana pun

Bahkan enggak pernah ke, dari desa ke desa kan juga ada. Itu berapa sih gaji Muk? Coba tampilin dulu proporsi gaji Bupati. Ah ini, ini ee Indramayu itu masuk...

Kelas apa ya saya? Kalau e wakil itu, saya dapat gaji itu 5 jutaan. 5 jutaan? Iya, 5 jutaan ya, sama tunjangan-tunjangan. Mungkin saya rasa di angka sekitar 18an.

MESRA DI KAMPANYE, 'CERAI' DI TAHUN PERTAMA: JABATAN WAKIL PADA GUBERNUR & BUPATI TAK PERLU ADA

Akbar Faizal Uncensored

Luki Hakim's Experience as Indramayu Deputy Regent and Reasons for Resignation

Luki Hakim explained his difficulty in carrying out his duties due to lack of authority.

He says he has no regrets about entering politics.

Touching on the issue of disharmony between the Regent and Deputy Regent that often occurs.

Recounted the case of the Deputy Governor of North Kalimantan who experienced similar problems.

Luki Hakim explained that the context of the problem is not only personal, but also involves state institutions.

Indramayu Election Background and Luki Hakim's Role

Explaining the disharmony between him and Regent Nina Agustina that was seen in the media.

Explaining the victory of Nina Agustina and Luki Hakim in the Indramayu Regency election.

Explain the background of the political party that endorsed the couple.

Describes the process of determining candidate pairs and the introduction of Luki Hakim and Nina Agustina.

Explain the costs incurred during the election campaign.

Duties and Authorities of the Vice Regent and its Impact on Luki Hakim's Performance

Luki Hakim explained his understanding of the position of Vice Regent and the limitations of his authority.

He explained the moral sanctions borne by unfulfilled campaign promises.

Mention case examples of other Vice Regents who experienced similar problems.

Asked questions about the relevance of the Vice Regent position.

Luki Hakim explains the efforts that have been made to gain roles and fulfill promises to the community.

The Impact of Lack of Authority on Luki Hakim's Performance and Life

Explain the impact of disharmony on performance and public image.

Describes Luki Hakim's daily activities that interact more with the community.

Describes how the lack of staff support affected her work.

Describes interpellations received in the first year of office.

Explaining the problem of APBD failure caused by the Regent's absence.

Explain the status of the resignation that is still pending approval.

Explaining the Governor's mediation efforts and Luki Hakim's decision to stay back.

Explaining Luki Hakim's relationship with the supporting political parties.

Explaining Luki Hakim's regret or lack of regret over his political career.

The host's conclusion on the problems of the governance system and the relevance of the position of Deputy Regent.